SMS Gratis

blog free download

Sabtu, 20 Juni 2009

Tips Membuat Motor Honda anda Tetap Sehat


Tips Membuat Motor Honda anda Tetap Sehat

Hmm.. tenang sobat Honda! Kita mau bagi-bagi tips, apa yang harus sobat Honda lakukan kalau motor tiba-tiba mogok.
Buat sobat Honda yang gak terlalu “akrab” sama mesin motor, tips ini pasti berguna banget.

Jangan panik adalah hal pertama yang harus sobat Honda lakukan. Kalo panik, kita jadi gak bisa berpikir secara jernih.

  • Cek tanki bensin. Ingat, cari SPBU resmi, bukan warung bensin pinggir jalan, untuk menghindari bensin campuran yang bikin motor kita tambah rusak.
  • Cek saluran bahan bakar, yang biasanya sering tersumbat kotoran atau kerak dari bahan bakar.
  • Cek karburator.
  • Gini caranya: Tutup saluran intake karburator dengan tangan sambil menyalakan motor. Kalo tangan terasa basah karena ada percikan bensin, berarti kondisi karburatornya masih bagus. Nahhh, kalo cuma sedikit percikan atau gak ada sama sekali, kemungkinan saluran karburator buntu karena ada kerak atau kotoran. Kalo begini, berarti motor sobat Honda harus segera dibawa ke AHASS terdekat untuk dibersihkan.
  • Cek juga kotoran yang menempel di filter udara, yang bisa menghambat masuknya aliran udara.
  • Busi.. busii!! Jangan lupakan yang satu ini ya... Lepas busi dari tempatnya, kalo busi harus diganti. Kalo gak ada percikan api dari kabel coil, cepeeet bawa motor sobat Honda ke AHASS terdekat. nyala berarti masalah bukan karena busi. Wahh, kalo busi gak nyala gimana ya?!
  • Ginii.. lepas busi dan isolator, jadi cuma berupa kabel dari coil. Trus, dekatkan kabel ke ground motor waktu dinyalakan. Kalo ada api memercik, kemungkinan busi yang gak bagus. Kalo gak ada percikan api dari kabel coil, cepat bawa motor ke AHASS supaya tau penyebabnya.
Nahh, selamat berkendara dengan tenang, ya guyss!!

Sumber : www.astra-honda.com

Kamis, 22 Januari 2009

Service Marketing

Pengertian jasa memiliki definisi yang berbeda-beda bagi para ahli ekonomi, seperti terlihat berikut ini. Menurut Philip Kotler, pengertian jasa adalah : jasa merupakan aktivitas maupun manfaat apapun yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tanpa wujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Jasa tidak menghasilkan kepemilikan apapun seperti produk, karena jasa sifatnya adalah sifatnya tidak terlihat, tetapi berupa pemberian bantuan dalam pemuasan kebutuhan dan atau keinginan pelanggan dengan atau tanpa imbalan tertentu sebagai timbal baliknya.

Menurut Christopher H. Lovelock, definisi dari jasa adalah : “Service is performance rather than a thing. But service, being intangible and ephemeral are experienced rather than owned: customer participated actively in the process of service creation, delivery, and consumption”. Pengertian dari definisi di atas adalah bahwa jasa itu lebih merupakan penampilan kinerja dibanding sebagai suatu benda, dan karena jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud maka jasa hanyalah dirasakan dan dialami bukan dimiliki. Pelanggan diharapkan dapat terlibat secara aktif dalam proses penciptaan pelayanan, delivery, dan pemakaian jasa tersebut.

Mengelola Kualitas Jasa
Salah satu cara utama bagi perusahaan jasa untuk menyatakan keunggulan dirinya adalah dengan selalu memberikan kualitas jasa yang lebih tinggi dari para pesaingnya. Masalah-masalah dalam pemberian pelayanan jasa selalu muncul akan tetapi, dapat dihindari dengan selalu berusaha untuk memberikan jasa pelayanan yang terbaik dan belajar dari kesalahan masa lalu yang telah diatasi sebagai cerminan dan pegangan untuk perbaikan kualitas jasa di masa yang akan datang.

Jasa memiliki 4 (empat) karakteristik yang membedakan dengan produk fisik. Adapun karakteristik jasa tersebut adalah sbb:

1) Intangible atau tidak berwujud
Jasa merupakan produk yang tidak nyata sehingga tidak bisa dilihat, dirasakan, didengar atau dikecap sebelum jasa itu dibeli. Oleh karena itu, tugas pemberi jasa di sini adalah mengelola keterangan atau informasi untuk mewujudkan produk yang tidak berwujud, atau berusaha memvisualisasikan produk yang ditawarkan. Misalnya, seseorang yang menjalani pengencangan kulit wajah tidak dapat melihat hasilnya sebelum membeli jasa itu.

2. Inseparability atau tak terpisahkan.
Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Tidak seperti barang fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusikan lewat berbagai penjualan dan kemudian baru dikonsumsi. Ada interaksi penyedia-klien adalah ciri khusus dari pemasaran jasa baik klien dan penyedia jasa mempengaruhi hasil jasa. Misalnya : konsumen akan tidak puas apabila suatu konser Pearl Jam gagal ditampilkan karena sakit dan digantikan dengan Backstreet Boys.

3. Variability atau Bervariasi
Bidang jasa pada sesungguhnya sangat berubah-ubah. Hal ini disebabkan karena jasa sangat tergantung kepada siapa yang menyajikan, dan dimana disajikan. Perusahaan jasa dapat mengambil tiga langkah ke arah pengendalian kualitas. Pertama adalah investasi dalam seleksi dan pelatihan karyawan yang baik. Perusahaan penerbangan, perbankan, dan perhotelan menghabiskan banyak dana untuk melatih karyawannya dalam menyediakan jasa. Kedua adalah menstandarisasi proses pelaksanaan jasa di seluruh organisasi. Hal ini dibantu dengan menyiapkan suatu cetakan biro jasa yang menggambarkan prose dan peristiwa jasa dalam sebuah bagan arus, dengan tujuan untuk mengenali titik-titik kemungkinan kegagalan pemberian jasa. Ketiga adalah memantau kepuasan pelanggan lewat sistem saran dan keluhan, survei pelanggan, dan belanja perbandingan, sehingga pelayanan yang kurang dapat dideteksi dan diperbaiki.

4. Perishability atau mudah lenyap
Jasa tak dapat disimpan dan mudah hilang, juga permintaan jasa dapat berubah-ubah menurut musim dan waktu. Oleh karena itu, jasa menimbulkan tantangan dalam bidang perencanaan, penetapan harga dan promosi pada perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang industry jasa tersebut. Misalnya : perusahaan transportasi umum harus lebih memiliki lebih banyak kendaraan karena permintaan pada jam sibuk, bahkan jika permintaannya cukup merata sepanjang hari.

Dimensi kualitas jasa
Menurut Parasuraman dkk., ada lima unsur yang menentukan kualitas jasa yaitu :

1) Reliability (Kehandalan)
Yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat. Misalnya: kemudahan menghubungi perusahaan dan ketepatan janji mengenai waktu pengiriman tiba.

2) Responsiveness (Daya tangkap)
Yaitu kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Misalnya : kecepatan menyelesaikan pekerjaan, dan penanganan yang tepat pada saat pertama datang.

3) Assurance (Jaminan)
Yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan, serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan. Misalnya : keramahan dan kesopanan dari Customer Service dan pengetahuan Customer Service dalam menangani berbagai masalah dalam pengiriman.

4) Emphaty (Perhatian)
Yaitu kesediaan untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan. Misalnya : perhatian dari Customer Service terhadap keluhan dari konsumen dan memberi penjelasan kepada konsumen dengan baik.

5) Tangible (Bukti fisik)
Yaitu penampilan fasilitas fisik peralatan, personil dan materi komunikasi. Misalnya : lokasi perusahaan dan perlengkapan yang dimiliki oleh perusahaan.

Mempertahankan kualitas jasa
Ada beberapa perbaikan cara untuk memperhatikan kualitas jasa, yaitu:

1. Memberikan dukungan dan dorongan bagi karyawan yang berada di garis depan berupa otoritas tanggung jawab dan rangsangan untuk mengenali, peduli dan berorientasi kepada kebutuhan konsumen.
2. Mengembangkan moto “terobsesi kepada konsumen”. Yaitu selalu memberikan kepuasan kepada kebutuhan konsumen terutama konsumen yang sudah terbukti kesetiaannya.
3. Melakukan komitmen terhadap kualitas, yaitu terhadap reformasi pelayanan dan bukan hanya keuangan dan bukan mengembangkan standar kualitas pelayanan yang tinggi senantiasa.
4. Memantau performasi pelayanan baik terhadap pelayanan perusahaan itu sendiri maupun pesaingnya. Metode yang digunakan dapat berupa belanja perbandingan, survei pelanggan, kertas saran dan keluhan.
5. Selalu mengkomunikasikan kepedulian terhadap kualitas pelayanan kepada para karyawan dan menyediakan performansi umpan balik.
6. Perusahaan harus memuaskan karyawannya seperti memuaskan para pelanggannya misalnya menciptakan lingkungan yang memberi dukungan kepada karyawan melebihi pelayanan terhadap performansi pelayanan yang baik dan memonitor kepuasan kerja. Hubungan yang baik antara para karyawan akan memberikan dukungan yang positif terhadap hubungan dengan pelanggan.

Jasa Sebagai Suatu Sistem
Bisnis jasa dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pengadaan jasa, dimana input diproses, elemen-elemen dari jasa produk diciptakan sehingga menghasilkan jasa yang kemudian ditransfer kepada pengguna jasa. Menurut Christopher H. Lovelock, suatu usaha jasa adalah suatu sistem yang terdiri dari:

1). Service Operation System
Komponen yang terdapat dalam sistem operasi jasa dapat dipisahkan antara komponen sumber daya manusia dan komponen fisik. Kedua unsur ini harus berjalan dengan baik, sebab adanya ketidakberesan pada kedua komponen ini dapat dilihat dan dirasakan oleh pelanggan.

2) Service Delivery System
Penyerahan jasa berhubungan dengan dimana, bilamana, dan bagaimana jasa tersebut diserahkan kepada pelanggan. Sistem ini tidak hanya meliputi unsur-unsur sistem operasi pelayanan jasa yang nyata yaitu dukungan fisik dan personal, tetapi juga termasuk hal-hal yang disajikan kepada pelanggan yang lain. Secara tradisional interaksi antara penyedia jasa dengan pelanggannya termasuk hal yang sangat erat, tetapi karena alasan efisiensi operasional maupun kenyamanan konsumen masyarakat yang mencari jasa tidak memerlukan kehadirannya secara fisik mendapati kenyataan bahwa hubungan langsung mereka dengan perusahaan pelayanan jasa itu ternyata berkurang. Penyerahan jasa secara elektronik sering kali membawa kenyamanan yang lebih besar daripada hubungan langsung.

3) Service Marketing System
Elemen lain yang merupakan bagian dari sistem jasa adalah sistem pemasaran jasa yang berfungsi memberikan kontribusi terhadap pandangan pelanggan akan perubahan jasa. Elemen pemasaran ini berhubungan langsung dengan sistem pengiriman jasa.

Sumber : Yodhia Antariksa

Mencintai Pekerjaan, Menuju Sukses

Bekerja membuat manusia mampu mengeksplorasi segenap potensinya sehingga berhasil meraih kesuksesan. Sayangnya, itu tak cukup hanya dengan mau bekerja. Kesuksesan butuh lebih dari itu. Salah satu jawabnya adalah bekerja secara profesional.

“Ketika bekerja, sesungguhnya engkau sedang mewujudkan mimpi terindah milik dunia, yang selalu menuntut kepadamu, kapan mimpi itu akan terwujud,” ujar Khalil Gibran dalam salah satu puisinya. Gibran juga berpendapat, orang akan tersingkir dari dunia apabila dia tidak bekerja. Tapi, kerja saja tidak cukup. Kecintaan pada pekerjaanlah yang membuat seseorang dapat mewujudkan mimpi terindah milik dunia itu.

Pendapat Gibran barangkali ada benarnya. Apalagi manusia, siapa pun itu, dibekali Tuhan dengan beragam potensi yang seharusnya dapat diaktualisasikan ketika ia bekerja. Memang tidak semua orang memandang kerja sebagai sarana eksplorasi dan bagian dari aktualisasi diri. Bahkan, sebagian besar orang berpendapat, kerja adalah sebuah keharusan. Karena, bila tidak bekerja, bagaimana mungkin kebutuhan hidup bisa terpenuhi.

Sama seperti yang diungkapkan Gibran, ternyata bekerja saja tidak cukup. Paling tidak, pekerjaan yang dikerjakan dengan terpaksa tidak akan membuahkan kesuksesan. Bekerja pada dasarnya juga membutuhkan rasa cinta dan sebuah kesanggupan untuk bersikap profesional.

Lalu, apa yang dibutuhkan agar seseorang menjadi profesional? Jansen Sinamo dalam bukunya 8 Etos Kerja Profesional, Navigator Anda Menuju Sukses menjawabnya. Menurut Jansen, kesuksesan, terutama kesuksesan dalam bekerja, membutuhkan sesuatu. Dan, sesuatu itu adalah etos kerja.

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan etos kerja? Mengapa ia begitu dibutuhkan dalam bekerja? Secara etimologi, etos berasal dari bahasa Yunani. Mula-mula artinya adat istiadat atau kebiasaan. Sejalan dengan waktu, kata etos berevolusi dan berubah makna.

Webster Dictionary mendefinisikan etos sebagai guiding beliefs of a person, group or institution. Sedangkan, McKean dalam The New Oxford Dictionary mendefinisikan etos sebagai the characteristic spirit of a culture, era, or community as manifested in it’s attitudes and aspirations.

Jansen sendiri mendefinisikan etos kerja profesional sebagai seperangkat perilaku kerja positif yang berakar pada kesadaran yang kental, keyakinan yang fundamental, disertai dengan komitmen yang total pada paradigma kerja yang integral. Menurutnya, jika seseorang, suatu organisasi, atau suatu komunitas menganut paradigma kerja, memercayai, dan berkomitmen pada paradigma kerja tersebut, semua itu akan melahirkan sikap dan perilaku kerja mereka yang khas. Itulah yang akan menjadi etos kerja dan budaya kerja.

Terdapat tiga unsur konsep etos yang mengangkat etos menjadi roh keberhasilan. Satu, etos mencetak prestasi dengan motivasi superior. Jansen mencontohkan, bila ada seratus orang pekerja lulusan sekolah dasar (SD) dan satu orang mempunyai motivasi superior, dia akan lebih unggul dibandingkan dengan sembilan puluh sembilan pekerja lainnya.

Dua, etos relevan dengan pembangunan masa depan dengan kepemimpinan visioner. Yang dimaksud dengan kepemimpinan di sini tidak terbatas pada organizational leadership, tapi lebih kepada self leadership. Tiga, etos menciptakan nilai baru dengan inovasi kreatif. Jensen menyebut tiga unsur ini sebagai Tri Darma Mahardika, yang dalam bahasa Sanskerta berarti tiga jalan keberhasilan.

Pertanyaannya, bagaimana mewujudkan tiga jalan keberhasilan itu? Ternyata, bisa dengan beragam cara dan berbagai jalan. Salah satu jalan yang ditempuh Jensen adalah dengan membaca berbagai buku literatur, kitab, hingga dongeng. Dari bacaan tersebut, ia menemukan bahwa jawaban atas berbagai keberhasilan tak lain adalah sejumlah perilaku positif. Perilaku positif ini kemudian dijabarkannya dalam delapan etos kerja.

Etos pertama, kerja adalah rahmat. Ya, hidup dan kerja ternyata harus dimaknai sebagai rahmat dari-Nya. Apakah rahmat itu? Rahmat adalah kebaikan yang diterima seseorang karena kasih sayang Sang Pemberi. Rahmat merupakan tanda cinta Tuhan. Apa pun jenis pekerjaan seseorang, dia harus mensyukuri sekaligus menganggapnya sebagai rahmat yang tak terhingga.

Dengan menganggap pekerjaan sebagai rahmat, niscaya akan memengaruhi karakter kita, seperti rela menolong orang lain yang ditimpa kesusahan, tidak pelit, dan tidak takut kekurangan (harta atau kekayaan). Orang yang menghayati paradigma rahmat juga akan selalu percaya bahwa rezeki diatur oleh Sang Maha Pencipta. Sehingga, dia tidak akan merasa takut dan jauh dari sikap mudah putus asa.

Kerja juga amanah. Inilah etos kedua yang disebut Jansen. Jika menganggap kerja sebagai amanah, orang tentu akan bekerja dengan benar, tekun, dan penuh tanggung jawab. Menurut Jansen, amanah akan melahirkan manusia yang antikorupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Karena, bagaimanapun KKN berorientasi pada kepentingan sendiri dan merugikan orang lain.

Etos ketiga, kerja adalah panggilan. Dengan prinsip ini, seseorang akan bekerja sampai tuntas dan penuh integritas. Banyak contoh orang yang menjalankan etos kerja ini, yaitu mengabdikan diri untuk pekerjaan yang dianggapnya menjadi bagian hidupnya. Siapa yang tidak kenal Yap Thiam Hien? Tokoh satu ini menghayati profesi advokatnya dengan menegakkan kebenaran dan keadilan sepenuh hati.

Etos keempat adalah kerja sebagai aktualisasi. Dalam kehidupan memang selalu ada rintangan. Anehnya sebagian orang menyerah. Sebagian lain malah tidak melakukan apa-apa dan hanya berpangku tangan. Di lain pihak, ada orang yang sedemikian bersemangat hingga mampu mewujudkan sesuatu yang bagi kebanyakan orang tidak mungkin menjadi kenyataan.

Walaupun demikian, Jansen tidak menganjurkan orang untuk kecanduan kerja (workaholic). Menurutnya, pekerja keras tidak sama dengan orang yang kecanduan kerja. Orang yang kecanduan kerja akan menenggelamkan diri dalam pekerjaan untuk mendapatkan rasa aman dari ketidakpastian hidup atau melarikan diri dari suatu masalah. Orang seperti ini akan menghindari komitmen dan tanggung jawab hidup lainnya.

Bekerja dengan penuh kecintaan merupakan kunci dari kerja sebagai ibadah. Etos kelima dalam buku karya Jansen ini menegaskan bahwa agama mengajarkan manusia agar berbuat baik sebanyak-banyaknya dan menjauhi kemungkaran sebisanya. Dengan menganggap kerja sebagai ibadah, niscaya seseorang selalu berpikir untuk memberikan yang terbaik dalam bekerja.

Etos keenam, kerja adalah seni. Menurut Jansen, kerja seperti ini mendatangkan kesenangan dan kegairahan kerja sehingga lahirlah daya cipta, kreasi baru, dan gagasan inovatif. Etos ketujuh, kerja adalah kehormatan. Jika memiliki etos kerja ini, seseorang akan berkarya dengan kemampuannya sendiri. Sehingga, lingkungannya menilai bahwa dia telah memberi kontribusi sekaligus dianggap produktif.

Hasilnya, kehormatan dirinya terjaga dengan baik. Imbas selanjutnya, orang itu mampu menciptakan atau menghasilkan karya-karya yang unggul supaya diakui sekitarnya. Meski, untuk mewujudkan kualitas unggulan itu dibutuhkan sejumlah strategi, kreativitas, serta imajinasi yang baik.

Etos kedelapan, kerja adalah pelayanan. Etos ini mengajarkan kita untuk bekerja dengan kerendahan hati. Melalui pelayanan, pekerjaan kita termuliakan, termasuk akhlak, budi pekerti, dan kepribadian. Siapa pun kita, rasanya perlu merenungkan kembali siapa diri kita sebenarnya dan apa tujuan kita bekerja. Apakah kita hanya bekerja demi uang? Ataukah, untuk menggapai kesuksesan belaka?

Apa pun jawaban Anda, rasanya kita perlu merenungkan kata-kata Nimrod Sitorus, salah seorang direktur Bank Mandiri. Yaitu, bahwa sesungguhnya kita terpanggil bekerja dalam rangka menggenapi rencana Tuhan yang sempurna atas diri kita masing-masing. Renungkanlah.


Sukses Bisa Berarti Tragedi

Kesuksesan tidak selalu berarti kemudahan. Lihatlah Donald Trump. Pengusaha yang sukses di bisnis real estate, penerbangan, hiburan, dan kasino ini dalam waktu kurang dari 20 tahun mampu mengumpulkan omzet miliaran dolar per tahun. Dalam waktu singkat, namanya pun mengglobal.

Ketika masih di puncak kesuksesan, kehidupan Donald tidak seenak yang dibayangkan orang. “Di atas sana ternyata hanya sedikit kebebasan. Misalnya, saya tidak berani menonton di bioskop sendirian. Biasanya dua pengawal membeli karcis lebih dulu dan duduk di tempat saya. Begitu lampu padam, tanda pertunjukan segera dimulai, barulah saya menyelinap masuk. Dengan begitu, (saya) tidak akan dikenali orang,” ujarnya.

Paradigma sukses yang dianut banyak orang ternyata tidak selamanya benar. Orang kadang tidak menyadari bahwa kesuksesan bisa saja berarti tragedi dan ironi. Tentunya bila seseorang tidak bisa me-manage kesuksesan itu.

Pesan moral yang dapat kita ambil dari kisah Donald Trump adalah jangan terobsesi secara berlebihan pada kesuksesan. Kalaupun kelak Anda sukses, berbahagialah. Jalani kesuksesan itu dengan bijaksana. Dan, jangan lupakan orang-orang di sekitar Anda.

Sukses yang benar mendatangkan sukacita dan ketentraman batin serta menjadi berkah bagi sesama dan alam. Bukan kesuksesan yang akan dicemburui orang dan menjauhkan manusia dari lingkungannya. Sebaliknya, sukses yang keliru akan mendatangkan ketidakpuasan batin dan rasa tak pernah cukup. Ini akan memicu keserakahan, membuahkan kebencian dari lingkungan sekitar, dan akhirnya mendatangkan kehancuran bagi diri sendiri.
Sumber : Jansen Sinamo